Fiqih Muamalah-Syirkah
PEMBAHASAN
SYIRKAH (KERJASAMA)
A. Pengertian
Syirkah
Syirkah
(kerjasama) menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath yang artinya campur atau
percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin, maksud percampuran di sini
ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak
mungkin untuk dibedakan.[1]
Menurut
istilah, para Fuqaha berbeda pendapat mengenai syirkah:
1.
Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عَقْدُ بَيْنَلْ المُتَشَارِ كَيْنِ فِى رَأْسِ الْماَلِ وَالرَّبْحِ
“Akad antara
dua orang berserikat pada harta (modal) dan keuntungan”.[2]
2.
Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah
ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَينِ فَأَكْثَرَ عَلَى جِهَةِ
الْشُيُوْعِ
“Ketetapan
hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur
(diketahui)”.
3.
Menurut Syihab Al-Din Al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud dengan syirkah
ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ
“Penetapan
hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih”.
4.
Menurut Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad Al-Husaini, yang dimaksud
dengan syirkah ialah:
عِبَارَةٌ عَنْ ثُبُوْتِ الْحَقِّ الشَّيْئِ الْوَاحِدِ
لشَّخْصَينِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةِ الشُّيُوْعِ
“Ibarat penetapan
suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang
telah diketahui”.[3]
5.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah
ialah:
عَفْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى التَّعَاوُنِ
فِى عَمَلٍ اِكْتِسَابِىِّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
“Akad yang
berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu
usaha dan membagi keuntungannya”.[4]
6.
Menurut Imam Syafi’iyah, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ فِى شَىْءٍ لاِثْنَينِ فَأَكْثَرَ عَلَى
جِهَةِ الْشُيُوْعِ
“Ketetapan
hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur
(diketahui)”.[5]
B. Landasan
Syirkah
1. Pada Al-Qur’an
فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ (النّساء)
“Mereka bersekutu dalam yang sepertiga.’’
(QS. An-Nisa’: 12).
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ
عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
(ص)
“Sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalel dan amat
sedikitlah mereka ini.” (QS. Shad: 24).
2.
Pada As-Sunnah (Hadits)
“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW.,
bahwa Nabi SAW. Bersabda, sesungguhnya Allah SWT. berfirman, “Aku adalah
yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya
tidak mengkhianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila
salah seorang mengkhianatinya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan
sanadnya).
يَدُاللَّهِ عَلَى الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَتَخَاوَنَا
“Kekuasaan Allah senantiasa berada pada
dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
3.
Pada Ijma’
Ulama Islam sepakat bahwa syirkah
diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.[6]
C. Rukun dan
Syarat Syirkah
Serikat mempunyai lima
syarat:
1. Dengan modal uang tunai
2. Kedua orang atau lebih berserikat
sepakat menyerahkan modal, mencampurkan antara harta-benda anggota serikat dan
mereka bersepakat dalam jenis dan macam perusahaannya.
3. Dua orang atau lebih harus mencampur
kedua harta (sahamnya), sehingga tak dapat dibeda-bedakan satu dari yang lain.
4. Seorang diantara mereka mengijinkan
teman serikatnya untuk membelanjakan hartanya, kalau serikat itu hanya terdiri
dari dua orang.
5. Untung dan rugi diatur dengan
perbandingan modal harta serikat yang diberikannya.[7]
Ada pula yang menjelaskan rukun syirkah
terbagi menjadi tiga bagian:[8]
1.
Sighat
(lafadz akad), syarat lafadznya yakni kalimat lafadz hendaklah mengandung arti
izin buat membelanjakan barang serikat, seperti “Kita berserikat pada barang
ini, dan saya izinkan engkau menjalankannya dengan jalan jual-beli dan
lain-lainnya”, jawab yang lain “saya terima seperti yang engkau katakana
itu”.
2.
Orang
yang berserikat, syarat menjadi anggota perserikatan yakni:
a) Orang yang berserikat hendaklah orang
yang berakal.
b) Baligh (sedikitnya berumur 15 tahun).
c)
Merdeka
dan tidak dipaksa (atas kehendak diri sendiri).
3.
Pokok
pekerjaan, syarat pokok pekerjaan yakni:
a) Keadaan pokok hendaklah uang (emas atau
perak) atau barang yang ditimbang atau ditakar, seperti beras, gula, dll.
b)
Dua
barang pokok itu hendaklah dicampurkan sebelum akad sehingga tidak dapat
dibedakan lai antara keduanya.
Pokok
dan kerja tidak perlu sama, tetapi boleh seorang memberi pokok Rp 100.000,- dan
yang lain Rp 50.000,- begitu juga sebaliknya, tidak beralangan seorang bekerja
satu hari dan yang lain setengah hari, asal menurut kesepakatan antara keduanya
pada waktu akad.
D. Macam-Macam
Syirkah
Dalam buku Fiqih Islam karya Sulaiman Rasjid, syirkah terbagi
menjadi dua yakni:
1.
Syirkah
‘Inan (serikah harta): yakni akad dari dua orang atau lebih untuk
berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat
keuntungan (tambahan), dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat itu.[9]
2.
Syirkah
kerja, yakni dua orang ahli kerja atau lebih bermufakat atas suatu pekerjaan
supaya keduanya sama-sama mengerjakan pekerjaan itu. Penghasilan atau upahnya
untuk mereka bersama menurut perjanjian antara mereka, seperti tukang kayu
dengan tukang kayu, tukang besi dengan tukang besi. Begitu juga penghasilan,
sama atau tidak, menurut perdamaian antara keduanya, hanya hendaknya ditentukan
perbandingannya sewaktu akad.
Yang bekerja harus
dengan ikhlas dan jujur, artinya semua pekerjaan harus berasas kemaslahatan dan
keuntungan terhadap serikat. Tidak boleh membawa barang ke luar negeri, kecuali
dengan izin peserta-pesertanya. Juga tidak boleh menyerahkan barang kepada
orang lain, kecuali dengan izin peserta-pesertanya.[10]
Sedangkan menurut Imam Hanafiyah, secara garis besar syirkah
dibagi dua bagian, yaitu:
1.
Syirkah milk
عِباَرَةٌ عَنْ أَنْ يَّتَمَلَّكَ شَخْصَانِ فَأَكْثَرَ
مِنْ غَيْرِ عَقْدِ الشَّرْ كَةِ
“Ibarat dua
orang atau lebih memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah”.
Syirkah milk juga dibagi dua macam:
a.
Syirkah milk jabar
أَنْ يَجْتَمِعَا شَخْصَانَ فِى مِلْكِ عَيْنٍ قَهْرًا
“Berkumpulnya
dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa”.
b.
Syirkah milk ikhtiyar
أَنْ يَجْتَمِعَ فِى مِلْكِ عَيْنٍ بِاجْتِيَارِهِمَا
“Berkumpul
dua orang atau lebih dalam pemilikan benda dengan ikhtiyar keduanya”.
2.
Syirkah ‘uqud
عِباَرَةٌ عَنِ الْعَقْدِ الْوَاقِعِ بَيْنَ اثْنَيْنِ
فَأَكْثَرَ لِلْاِشْتِرَاكِ فِى مَا لٍ وَرِبْحِهِ
“Ibarat akad
yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk berserikat dalam harta dan
keuntungan”.
Syirkah ‘uqud
dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a.
syirkah ‘uqud al-mal
عِبَارَةً
عَنْ أَنْ يَّتَّفِقَ اثْنَانِ فَأَكْثَرَ عَلَى اَنْ يَدْفَعَ كٌلٌّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا مَبْلَعًا مِنَ الْمَالِ لاِسْتِثْمَارِهِ بِالْعَمَلِ فِيهِ وَلِكُلِّ
وَاحِدٍ مِّنَ الشُّرَ كَاءِ جُزْءٌ مُعَيَّنٌ مِنَ الرِّبْحِ
“Ibarat kesepakatan
dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta mereka masing-masing supaya
memperoleh hasil dengan cara mengelolah harta itu, bagi setiap yang berserikat
memperoleh bagian yang ditentukan dari keuntungan”.
Syirkah
‘uqud al-mal dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1)
syirkah ‘uqud bi al-mal mufawadhah
2)
syirkah ‘uqud bi al-mal inan
b.
syirkah ‘uqud al-abdan
1)
syirkah ‘uqud bi al-abdan mufawadhah
2)
syirkah ‘uqud bi al-abdan’inan.
c.
syirkah ‘uqud bi al-wujuh.
أَنْ يَشْتَرِكَ اِثْنَانِ لَيْسَ لَهُمَا مَالٌ وَلكِنْ
لَهُمَا وِجَاهَةٌ
“Dua orang
berserikat atau pihak yang tidak ada harta didalamnya tetapi keduanya sama-sama
berusaha”.
Syirkah ‘uqud bi al-wujuh dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1)
syirkah ‘uqud bi al-wujuh mufawadhah
أَنْ يَكُوْنَا مِنْ اَهْلِ الْكَفَالَةِ وَاَنْ
يَكُوْنَ الْمُشْتَرِى بَيْنَهُمَا نصْفيْنِ
“Keduanya
termasuk ahli kafalah dan dalam pembelian masing-masing setengah”.
2)
syirkah ‘uqud bi al-wujuh ’inan
أَنْ يَفُوْتَ شَيْئٌ مِنْ هَاذِهِ الْقُيُوْدِ كَاَنْ
لاَيَكُوْنَ مِنْ أَهْلِ الْكَفَالَةِ اَوْيَتَفَا ضَلاَ فِيمَا لِمُشْتَرِ بَيْهِ
“Sesuatu dari
ikatan-ikatan yang berkeseimbagan seolah-olah bukan ahli kafalah atau seperti
tak ada kelebihan bagi penjual dan pembeli”.[11]
Adapun
menurut Imam Malikiyah, syirkah dibagi beberapa bagian, yaitu syirkah
al-irts, syirkah al-ghanimah dan syirkah al-mutaba’ain syai’a bainahuma.
1.
Syirkah al-irts
اِجْتِمَاعُ الْوَرَثَنِ فِى مِلْكِ عَيْنٍ بِطَرِيْقِ
الْمِيْرَاثِ
“Berkumpulnya
para pewaris dalam memiliki benda dengan cara pewarisan”.
2.
Syirkah al-ghanimah
اِجْتِمَاعُ الْجَيْشِ فِى مِلكِ الْغَنِيْمَةِ
“Berkumpulnya
para tentara dalam pemilikan ghanimah”.
3.
Syirkah al-mutaba’ain syai’a bainahuma
أَنْ يَّجْتَمِعَ اثْنَا نِ فَاَكْثَرَ فِى شِرَاءِ
دَارٍ وَنَحُوِهِ
“Dua orang
atau lebih berkumpul dalam pembelian rumah dan yang lainya”.
E.
Cara Membagi Keuntungan Dan Kerugian
Dalam
kitab Fiqih Islam dijelaskan, setengah ulama berpendapat bahwa keuntungan dan
kerugian mesti menurut perbandingan pokok. Sekiranya seorang berpokok Rp
100.000,- sedang yang lain hanya Rp 50.000,- saja. Yang pertama mesti mendapat 2/3
dari jumlah keuntungan, dan yang kedua mendapat 1/3 dari
jumlah keuntungan. Begitu juga kerugian mesti menurut perbandingan pokok
masing-masing. Setengah ulama lainnya berpendapat, tidak mesti sama menurut
perbandingan pokok, tetapi tidak ada alangan berlebih-berkurang menurut
perjanjian antara keduanya waktu mendirikan perserikatan.[12]
Dari
macam-macam serikat tersebut, sebetulnya masih diperselisihkan oleh para ulama.
Seperti ulama Syafi’iyah yang berpendapat bahwa yang sah dilakukan hanyalah syirkah
al-inan , sementara syirkah selain itu batal untuk dipalukan. Cara
membagi keuntungan atau kerugian tergantung besar dan kecilnya modal yang
mereka tanamkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh praktik
berserikat pada tabel berikut:
Nama
Anggota
|
Pokok
Tiap
anggota
|
Jumlah
Pokok
|
Untung
|
Persentase
Untung
|
Ana
|
Rp
1500
|
Rp
6000
|
Rp
600
|
1/10
x 1/4 x 6,00 = 1/4 x 600 = Rp 150
|
Apri
|
Rp
1000
|
1/10
x 1/6 x 6000 = 1/6 x 600 = Rp 100
|
||
Firda
|
Rp
500
|
1/10
x 1/12 x 6000 = 1/12 x 600 = Rp
50
|
||
Teti
|
Rp
3000
|
1/10
x 1/2 x 6000 = 1/2 x 600 = Rp 300
|
F. Mengakhiri
Syirkah
Syirkah
akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut:
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun
tanpa persetujuan pihak yang lainnya sebab syirkah adalah akad yang terjadi
atas dasar kerelaan dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk
dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal ini
menuunjukkan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan
untuk ber-tasharruf (keahlian mengelola harta), baik karena gila maupun
karena alasan lainnya.
3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi
apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang
meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup.
Apabila ahli waris dari anggota yang meniggal menghendaki turut serta dalam
syirkah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang
bersangkutan.
4. Salah satu pihak ditaruh di bawah
pengampuan, baik karena boros yang
terjadi pada waktu penjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang
lainnya.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang
berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat
ini dikemukaan oleh mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sedangkan Imam Hanafi
berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan
oleh yang bersangkutan.
6. Modal para anggota syirkah lenyap
sebelum dibelanjakan atas nama syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum
terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang
menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta lenyap setelah
terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisah lagi, menjadi resiko bersama.
Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan, menjadi resiko bersama. Apabila
masih ada sisa harta, syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang
masih ada.[13]
--------------------------------------------------------------------------------------
Kesimpulan
Syirkah
(kerjasama) menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath yang artinya campur atau
percampuran. Demikian pula dinyatakan oleh Taqiyuddin, maksud percampuran di
sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga
tidak mungkin untuk dibedakan.
Sedangkan menurut istilah, syirkah
artinya “ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
Landasan
syirkah terdapat pada Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 12 dan surat Shad ayat 24,
adapun yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
yakni “Kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu
selama keduanya tidak berkhianat”, dan pada Ijma’ para ulama bahwa syirkah
diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang jenis-jenisnya.
Rukun
dan syarat syirkah antara lain yakni dengan menggunakan modal uang
tunai, dan kedua orang atau lebih yang berserikat itu sepakat dengan serikat
yang akan dilakukannya, selai itu, seluruh anggota bersedia mencampurkan antara
harta-benda anggota serikat sehingga tak dapat dibeda-bedakan satu dari yang
lainnya, serta untung dan rugi diatur dengan perbandingan modal harta serikat
yang diberikannya.
Pembagian
syirkah yakni Syirkah ‘Inan (serikah harta) yang merupakan akad
dari dua orang atau lebih untuk berserikat dengan harta yang ditentukan oleh
keduanya dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan), dan keuntungan itu untuk
mereka yang berserikat.
Dan Syirkah
kerja, yakni dua orang ahli kerja atau lebih yang bermufakat atas suatu
pekerjaan supaya keduanya sama-sama mengerjakan pekerjaan itu.
Cara
membagi keuntungan atau kerugian tergantung besar dan kecilnya modal yang ditanamkan
oleh para anggota serikat. Dan cara mengakhiri serikat yakni jika salah satu
pihak ada yang membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, atau
salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk ber-tasharruf, atau salah
satu pihak meninggal dunia, atau salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, atau
salah satu pihak jatuh bangkrut, atau modal para anggota syirkah lenyap sebelum
dibelanjakan atas nama syirkah.
---------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Mohammad.1988. Fiqh Islam: Muamalah,
Munakahat, Faraid dan jinayat.
Bandung: Al-Ma’arif.
Ash-Shiddieqie, Hasbi.
1984. Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang.
Asy-Syarbini,
Muhammad. t.t. Mugni Al-Muhtaj juz III.
Basyir, Ahmad
Azhar. 1983. Riba Utang-piutang dan Gadai. Bandung: Alma’arif.
Rasjid,
Sulaiman. 1987. Fiqih Islam. Bandung: CV Sinar Baru.
Rifa’i, Moh.
1978. Ilmu Fiqih Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Sabiq, Sayyid.
1977. Fiqh Al-Sunnah. Beirut: Dar Al-Fikr.
Suhendi, Hendi.
2014. Fiqh Mauamalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Syafei, Rachmat.
2006. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia..
Taqiyuddin, Abi
Bakr Ibn Muhammad. t.t. Kifayat Al-Akhyar. Bandung: Alma’arif.
[6] Rachmat Syafei, Fiqih
Muamalah, (CV Pustaka Setia, Bandung: 2006), hlm. 185-186.
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqih
Islam, (CV Sinar Baru, Bandung: 1987), Hlm. 278-279.
[9] Sulaiman Rasjid, Fiqih
Islam, (CV Sinar Baru, Bandung: 1987), Hlm. 278.
[10] Sulaiman Rasjid, Fiqih
Islam, (CV Sinar Baru, Bandung: 1987), Hlm. 279-280.
[13] Ahmad Azhar Basyir, Riba
Utang-piutang dan Gadai, (Alma’arif, Bandung:1983), hlm. 65-66.
Komentar
Posting Komentar